Langsung ke konten utama

Makalah Penyebutan Nama Manusia Dalam Al-Qur'an



Penyebutan nama manusia dalam Al-Qur’an

Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun, tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya, tak mampu memperolehnya dengan mengandalkan daya nalar semata. Oleh karna itu mereka memelukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat yang  mengkaji dirinya secara utuh, yaitu mengarah kepada kitab suci (Al-Qur’an). Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an  yang memberi gambaran konkrit tentang manusia.
Al-Qur’an memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun, jika ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan Al- Qur’an itu sendiri, ketiga kata tersebut satu sama lain berbeda maknanya.
1.      Kata Al- Basyar
 Penamaan manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 27 kali. Kata  basyar  secara etimologis berasal dari kata ( ba’, syin,  dan  ra’) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus suatu. Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.
Kata basyar  dapat juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain. Sebagaimana dalam surat yusuf, ayat 31 yaitu:

Artinya: Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian Dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia."

Ayat ini menceritakan wanita-wanita pembesar Mesir yang didukung Zulaikha dalam sutau pertemuan yang takjub ketika melihat ketampanan Yusuf as. Konteks ayat ini tidak memandang yusuf as. Dari segi moralitas atau intelektualitasnya, melainkan pada keperawakannya yang tampan dan berpenampilan mempesona yang tidak lain adalah masalah biologis.
Pada ayat lain disebutkan juga manusia dengan kata basyar dalam konteks sebagai makhluk biologis yaitu pada ayat yang menceritakan jawaban Maryam (perawan) kepada malaikat yang datang padanya membawa pesan Tuhan bahwa ia akan dikaruniai seorang anak :

Maryam berkata: Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak padahal aku tidak pernah disentuh manusia (basyar) ” (QS.Ali Imran : 47)

Maryam berkata demikian sebab dia tahu bahwa yang dapat menyentuh (hubungan seksual) itu hanya manusia dalam arti makhluk biologis, dan anak adalah buah dari hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan . Nalar Maryam tidak menerima, bagaimana mungkin dia akan punya anak padahal dia tidak pernah berhubungan dengan laki-laki.
Manusia dalam pengertian basyar ini banyak  juga dijelaskan dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam surah Ibrahim ayat 10, surah Hud ayat 26, surah al-Mu’minun ayat 24 dan 33, surah asy-syu’ara ayat 154, surah Yasin ayat 15, dan surah al-isra’ ayat 93.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dengan menggunakan kata basyar, artinya anak keturunan adam (bani adam) , mahkluk fisik atau biologis yang suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang menyebut pengertian basyar mencakup anak keturunan adam secara keseluruhan. Al-Basyar mengandung pengertian bahwa manusia mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah (sosial kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam). Semuanya itu merupakan konsekuensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu, Allah swt. memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.
2.      Kata An-Nas
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.
Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Sebagimana dalam al-qur’an Allah berfirman, tepatnya pada surah Al-Hujrat, ayat 13 yang berbunyi:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesies di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep al-nas.
Manusia dalam pengertian An-Nas ini banyak  juga dijelaskan dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam surah al- Maidah, ayat 2. Ayat ini menjelaskan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf ). Kemudian  surat al-hujurat: 13, al-Maidah :3, al-Ashr: 3, al-imran: 112.
3.      Kata Al-Insan
 Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.21 Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Menurut Jalaludin Rahmat memberi penjabaran al-insan secara luas pada tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia sebagai khalifah dan pemikul amanah. Kedua, al-insan dikaitkan dengan predisposisi negatif yang inheren dan laten pada diri manusia. Ketiga, al-insan disebut dalam hubungannya dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks al-insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau spiritual. Kategori pertama dapat difahami melalui tiga penjelasan sebagai berikut :
1.      Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau puncak penciptaan Tuhan. Keunggulannya terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang dipilih Tuhan untuk mengemban tugas kekhalifahan di muka bumi.
2.       Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dipercaya Tuhan untuk mengemban amanah, suatu beban sekaligus tanggung jawabnya sebagai makhluk yang dipercaya untuk mengelola bumi. Menurut Fazlurrahman, amanah yang dimaksud terkait dengan fungsi kreatif manusia untuk menemukan hukum alam, menguasainya dalam bahasa al-Quran (mengetahui nama-nama semua benda), dan kemudian menggunakannya dengan insiatif moral untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih baik. Sedangkan menurut Thabathaba’I, Amanah yang dimakdus Sebagai predisposisi positif (isti’dad) untuk beriman dan mentaati Allah. Dengan kata lain manusia didisposisikan sebagai pemikul al-wilayah al-Ilahiyah.
3.       Merupakan konsekuensi dari tugas berat sebagai khalifah dan pemikul amanah, manusia dibekali dengan akal kreatif yang melahirkan nalar kreatif sehingga manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena itu berkali-kali kata al-insan dihubungkan dengan perintah melakukan nadzar (pengamatan, perenungan, pemikiran, analisa) dalam rangka menunjukkan  kualitas pemikiran rasional dan kesadaran khusus yang dimilikinya.
4.      Dalam mengabdi kepada Allah manusia (al-insan) sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi psikologisnya. Jika ditimpa musibah ia selalu menyebut nama Allah. Sebaliknya jika mendapat keberuntungan dan kesuksesan hidup cenderung sombong, takabbur, dan musyrik.
Kata al-insan juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian manusia sesudah dan kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan sempurna di dalam di dalam rahim. Sebagaimana dalam al-qur’an dalam surah al-Nahl ayat 78, yaitu:
Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Penggunaan kata al-insan dalam ayat ini mengandung dua makna, yaitu: Pertama,makna proses biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui makanan yang dimakan manusia sampai pada proses pembuahan. Kedua, makna proses psikologis (pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri manusia, berikut berbagai potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia. 
Makna pertama mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya merupakan dinamis yang berproses dan tidak lepas dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Keduanya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan makna  kedua  mengisyaratkan bahwa,  ketika manusia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan materi dan berupaya untuk memenuhinya, manusia juga dituntut untuk sadar dan tidak melupakan tujuan akhirnya, yaitu kebutuhan immateri (spiritual). Untuk itu manusia diperintahkan untuk senantiasa mengarahkan seluruh aspek amaliahnya pada realitas ketundukan pada Allah, tanpa batas, tanpa cacat, dan tanpa akhir. Sikap yang demikian akan mendorong dan menjadikannya untuk cenderung berbuat kebaikan dan ketundukan pada ajaran Tuhannya.

1.    Istilah manusia dalam al Qur’an
Ada 3 kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjuk kepada manusia[2] :
a.    Menggunakan kata yang terdiri dari huruf Alif, Nun, dan Sin, semacamInsan, Ins, Nas dan Unas.
b.    Menggunakan kata Basyar
c.    Menggunakan kata Bani Adam, dan Zuriyat Adam.

2.    Tafsir Manusia menurut Tafsir Indonesia
Kata insan  dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata  insan  ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal, dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi (Aflatun Mukhtar, 2001:107)[3].  
Kemudian kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak.
Dalam al Qur’an kata insan seringkali dihadapkan dengan kata jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata dan tampak.
Dengan demikian, kata insan, digunakan al Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain dalam hal fisik, mental dan kecerdasan.
Perhatikan surat At Tin ayat 4 :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .

Kata nas merupakan bentuk jamak dari kata  insan yang tentau saja memiliki makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata nas  sebanyak 240 kali.
Penyebutan manusia dengan  nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf ) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling membantu dalam melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati agar selalu dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]:  3), dan menanamkan kesadaran bahwa kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila mereka mampu membina hubungan antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).
Kata  insan  dan  nas  inilah yang paling banyak digunakan oleh al-Quran dalam menyebut manusia (Quraish Shihab, 1996: 280). Di antara ayat al-Quran yang menyebut manusia dengan kata insan adalah QS. al-‘Alaq (96): 2 dan 5
 “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah  ... Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”  (QS. al-‘Alaq [96]: 2 dan 5).
Sedang penyebutan kata nas dalam al-Quran misalnya QS. al-Hujurat (49): 13
  “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu  berbangsa - bangsa danbersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah ora ng yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”  (QS. al-Hujurat [49]: 13).

Kata  basyar  secara etimologis berasal dari kata ( ba’, syin,  dan ra’) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah,  bergembira, menggembirakan, menguliti/mengupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus suatu. Kata basyar juga diambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir pula kata basyarah yang berarti kulit[4].
Menurut al-Raghib al-Ashfahani, manusia disebut basyar  karena manusia memiliki kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran  digunakan dalam maknayang khusus untuk menggambarkan sosok tubuh lahiriah manusia (Aflatun Mukhtar, 2001: 104-105)[5]. Sedang menurut Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya kata بشر diartikan sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال  yang berarti tampaknya sesuatu dengan baik dan indah[6].
Kata  basyar  digunakan al-Quran untuk menyebut manusia dari sudut lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Katabasyar  juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah, yang selanjutnya dari sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS. al-Mu’minun [23]: 12-14), manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minun [23]: 33; QS. al-Furqan [25]: 20), dan seterusnya. Karena itulah Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk menyampaikan bahwa beliau sama  seperti manusia lainnya. Yang membedakannya hanyalah beliau diberi wahyu (QS. al-Kahfi [18): 110). Kata  basyar  ini disebutkan al-Quran sebanyak 36 kali (Quraish Shihab, 1996:279). Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Kahfi:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".  (QS. al-Kahfi [18]: 110).  
Dari sisi lain, banyak ayat-ayat al Qur’an yang menggunakan katabasyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagaibasyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tingkat kedewasaan.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.(Ar Rum:20)
Bertebaran disini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rizqi. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu Maryam merasa heran karena bisa memperoleh anak padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu berhubungan seks) (QS Ali Imran :47). Kata Basyiruhunna yang digunakan oleh al Qur’an sebanyak dua kali (Al Baqarah:187) juga diartikan hubungan seks.
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar(Perhatikan Surat Al Hijr :28 menggunakan kata basyar dan Al Baqarah :30 menggunakan kata khalifah) yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada malaikat tentang manusia.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Adapun kata banu  atau bani Adam  atau dzurriyatu Adammaksudnya adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan  Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34).
Kata bani adam dalam al Qur’an hanya diulang 7 kali, salah satunya dalam surat al A’raf : 27 dan Yasin: 60 dimana menunjukkan bahwa manusia itu perlu diingatkan dari musuh yang terkadang tidak terlihat dan tidak disadari (Syetan). Peringatan ini berkaitan dengan kejadian adam sebagai manusia pertama.
Eksistensi manusia ternyata tidak luput dari historisitas keberadaan adam di bumi, sehingga penggunaan kata bani adam untuk manusia menunjukkan keterkaitan antara manusia dengan adam.
Secara umum kedua istilah ini menunjukkan arti keturunan yang berasal dari Adam, atau dengan kata lain bahwa secara historis asal usul manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam (Aflatun Mukhtar, 2001: 109). Namun dzurriyat adam, hanya ada dalam surat Maryam : 58 dimana dalam ayat ini menunjukkan penggunaan kata dzurriyat adam untuk manusia sudah mulai dikhususkan, yaitu untuk para Nabi. Jadi dzurriyat adam berarti adalah para Nabi setelah Adam
Dengan demikian, kata bani Adam dan dzurriyatu Adam digunakan untuk menyebut manusia dalam konteks historis. Secara historis semua manusia di dunia ini sama, yakni keturunan Adam yang lahir melalui proses secara biologis (QS. al-Sajdah [32]: 8). Kata  bani Adam disebutkan al-Quran sebanyak 7 kali, di antaranya dalam surat al-A’raf (7): 26, 27, 31, dan 35. Dalam QS. al-A’raf (7): 31.  
Dengan demikian, makna manusia dalam al-Qur’an dengan istilah al-basyar , al-insan, al-nas dan bani adam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan Allah terhadap mahluk manusia, bukan saja sebagai mahluk biologis dan psikologis melainkan juga sebagai mahluk religious , mahluk social dan makhluk bermoral serta makhluk cultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk tuhan yang lainnya.
Keistimewaan manusia dari makhluk lainnya :
1.      Manusia sebagai ciptaan yang tertinggi dan terbaik ( at-Tin 4 )
2.      Manusia dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah (al-Isra’ 70 )
3.      Mendapatkan tugas mengabdi (adz-Dzariyat56) oleh karenanya manusia disebut abdi Allah.
4.      Mempunyai peranan sebagai khalifah (wakil Allah ) (al-An’am 163 ) dengan berbagai tingkatan
5.      Mempunyai tujuan hidup, yaitu mendapatkan ridho Allah (al-An’am 163 ) dan bahagia didunia-akhirat

Sifat-sifat manusia antara lain :
1.      Bersifat tergesa-gesa ( al-Isra’11)
2.      Sering menbantah (al-kahfi 54 )
3.      Ingkar dan tidak berterima kasih kepada Tuhan (al-‘Adiyar 6 )
4.      Keluh kesah dan gelisah serta kikir (al-Ma”arij 19 )
5.      Putus asa bila kesusahan (al-Ma’arij 20 )
6.      Kadang-kadang ingat tuhan karena penderitaan (yunus 21)

Macam macam manusia didalam Al-quran
1.      Mulminun
2.      Orang kafir
3.      Orang yang lalai
4.      Orang yang munafiq
5.      Muhibbuna lidddunya (orang yang mencintai dunia )
6.      Orang yang tersesat dari kebenaran

http://eko-aw.blogspot.com/2012/04/penyebutan-manusia-dalam-al-quran.html 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyai Anteh sang penunggu bulan

  Naskah bahasa Inggris Xi ips 1 “ Nyai Anteh sang penunggu bulan” Pemerannya J adalah ….   … Nyai Anteh              : Berna Endahwarni           : Chintia Ratu Pakuan            : Agata Raja Pakuan            : Bagas Anantakusuma       : Ma’aruf Bibi Nyai Anteh     : Novi Nyai Anteh sang penunggu bulan Narrator    : Pada jaman dahulu kala di Jawa Barat , ada sebuah kerajaan bernama kerajaan Pakuan . Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki panorama alam yang sangat indah . rakyat pun hidup damai di bawah pimpinan raja yang bijaksana , disana ada dua gadis remaja yang sama-sama cantik dan selalu kelihatan rukun . . yang satu bernama   Endahwarni and...

Naskah drama “PHANTOM OF THE SCHOOL “

Naskah drama “PHANTOM OF THE SCHOOL “ XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KETAPANG Memperkenal kan   tokoh nya …… Aura                    :   Fransiska berna liminata Arya                     :   Januar aris setiawan Avara                   :   Chintia anggreni Amira                  :   Agata   apriani Aysa                  :   Novi nursela Bu Janet            : Agata apriani Phantom              : Januar aris ...