Penyebutan nama manusia dalam
Al-Qur’an
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama
beribu-ribu tahun, tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya,
tak mampu memperolehnya dengan mengandalkan daya nalar semata. Oleh karna itu
mereka memelukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat yang mengkaji
dirinya secara utuh, yaitu mengarah kepada kitab suci (Al-Qur’an). Banyak
sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi gambaran konkrit tentang manusia.
Al-Qur’an memberikan
sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins
atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun,
jika ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan Al- Qur’an itu sendiri, ketiga
kata tersebut satu sama lain berbeda maknanya.
1.
Kata Al- Basyar
Penamaan
manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 27 kali. Kata basyar secara
etimologis berasal dari kata ( ba’, syin, dan ra’) yang
berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan,
memperhatikan atau
mengurus suatu. Menurut M. Quraish
Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya
berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir
kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena
kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.
Kata basyar
dapat juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi
pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan
seksual dan lain-lain. Sebagaimana dalam surat yusuf,
ayat 31 yaitu:
Artinya: Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar
cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka
tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk
memotong jamuan), kemudian Dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah
(nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari)
tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia.
Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia."
Ayat ini menceritakan wanita-wanita pembesar Mesir
yang didukung Zulaikha dalam sutau pertemuan yang takjub ketika melihat
ketampanan Yusuf as. Konteks ayat ini tidak memandang yusuf as. Dari segi
moralitas atau intelektualitasnya, melainkan pada keperawakannya yang tampan
dan berpenampilan mempesona yang tidak lain adalah masalah biologis.
Pada ayat lain disebutkan
juga manusia dengan kata basyar dalam konteks sebagai makhluk biologis yaitu
pada ayat yang menceritakan jawaban Maryam (perawan) kepada malaikat yang
datang padanya membawa pesan Tuhan bahwa ia akan dikaruniai seorang anak :
“Maryam
berkata: Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak padahal aku tidak pernah
disentuh manusia (basyar) ” (QS.Ali Imran : 47)
Maryam berkata demikian sebab dia tahu bahwa yang
dapat menyentuh (hubungan seksual) itu hanya manusia dalam arti makhluk
biologis, dan anak adalah buah dari hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan . Nalar Maryam tidak menerima, bagaimana mungkin dia akan punya anak
padahal dia tidak pernah berhubungan dengan laki-laki.
Manusia dalam pengertian basyar ini banyak
juga dijelaskan dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam surah Ibrahim ayat
10, surah Hud ayat 26, surah al-Mu’minun ayat 24 dan 33, surah asy-syu’ara
ayat 154, surah Yasin ayat 15, dan surah al-isra’ ayat 93.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa manusia dengan menggunakan kata basyar, artinya
anak keturunan adam (bani adam) , mahkluk fisik atau biologis yang suka
makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang menyebut pengertian basyar
mencakup anak keturunan adam secara keseluruhan. Al-Basyar mengandung
pengertian bahwa manusia mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa
berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan
waktu, serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah (sosial
kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam). Semuanya itu merupakan
konsekuensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu, Allah
swt. memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas
kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam
semesta, sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka bumi.
2.
Kata An-Nas
Kata al-Nas dinyatakan
dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan
pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu
keterangan yang jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.
Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk menyatakan
adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas)
untuk mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas
lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Sebagimana dalam
al-qur’an Allah berfirman, tepatnya pada surah Al-Hujrat, ayat 13 yang berbunyi:
Artinya:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang
bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang
menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesies di dunia
ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling
menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep al-nas.
Manusia dalam
pengertian An-Nas ini banyak juga dijelaskan dalam Al-Qur’an,
diantaranya dalam surah al- Maidah, ayat 2. Ayat ini menjelaskan bahwa
penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan
berhubungan antar sesamanya (ta’aruf ).
Kemudian surat al-hujurat: 13, al-Maidah :3, al-Ashr: 3, al-imran: 112.
3. Kata Al-Insan
Adapun
penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari
kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan
tersebar dalam 43 surat.21 Secara etimologi, al-insan dapat
diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa.
Menurut Jalaludin
Rahmat memberi penjabaran al-insan secara luas
pada tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan dengan
keistimewaan manusia sebagai khalifah dan pemikul amanah. Kedua, al-insan dikaitkan
dengan predisposisi negatif yang inheren dan laten pada
diri manusia. Ketiga, al-insan disebut dalam hubungannya
dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks
al-insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau spiritual. Kategori pertama dapat difahami melalui tiga penjelasan
sebagai berikut :
1.
Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau puncak penciptaan Tuhan.
Keunggulannya terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan
dengan sebaik-baik penciptaan. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang
dipilih Tuhan untuk mengemban tugas kekhalifahan di muka bumi.
2. Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang dipercaya Tuhan untuk mengemban amanah, suatu beban
sekaligus tanggung jawabnya sebagai makhluk yang dipercaya untuk mengelola
bumi. Menurut Fazlurrahman, amanah yang dimaksud terkait dengan
fungsi kreatif manusia untuk menemukan hukum alam, menguasainya dalam bahasa
al-Quran (mengetahui nama-nama semua benda), dan kemudian
menggunakannya dengan insiatif moral untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih
baik. Sedangkan
menurut Thabathaba’I, Amanah yang dimakdus Sebagai predisposisi positif (isti’dad)
untuk beriman dan mentaati Allah. Dengan kata lain manusia didisposisikan
sebagai pemikul al-wilayah al-Ilahiyah.
3. Merupakan
konsekuensi dari tugas berat sebagai khalifah dan pemikul amanah, manusia
dibekali dengan akal kreatif yang melahirkan nalar kreatif sehingga manusia
memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena itu
berkali-kali kata al-insan dihubungkan dengan perintah melakukan nadzar
(pengamatan, perenungan, pemikiran, analisa) dalam rangka menunjukkan
kualitas pemikiran rasional dan kesadaran khusus yang dimilikinya.
4.
Dalam mengabdi kepada Allah manusia (al-insan) sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan kondisi psikologisnya. Jika ditimpa musibah ia selalu menyebut
nama Allah. Sebaliknya jika mendapat keberuntungan dan kesuksesan hidup
cenderung sombong, takabbur, dan musyrik.
Kata al-insan juga
digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian manusia sesudah dan
kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan sempurna di dalam
di dalam rahim. Sebagaimana dalam al-qur’an dalam surah al-Nahl ayat 78, yaitu:
Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Penggunaan
kata al-insan dalam ayat ini mengandung dua makna, yaitu: Pertama,makna proses biologis, yaitu
berasal dari saripati tanah melalui makanan yang dimakan manusia sampai pada
proses pembuahan. Kedua, makna proses psikologis (pendekatan
spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri manusia, berikut berbagai
potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Makna pertama mengisyaratkan bahwa
manusia pada dasarnya merupakan dinamis yang berproses dan tidak lepas dari
pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Keduanya saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan makna kedua
mengisyaratkan bahwa, ketika manusia tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhan materi dan berupaya untuk memenuhinya, manusia juga dituntut untuk
sadar dan tidak melupakan tujuan akhirnya, yaitu kebutuhan immateri
(spiritual). Untuk itu manusia diperintahkan untuk senantiasa mengarahkan
seluruh aspek amaliahnya pada realitas ketundukan pada Allah, tanpa batas,
tanpa cacat, dan tanpa akhir. Sikap yang demikian akan mendorong dan
menjadikannya untuk cenderung berbuat kebaikan dan ketundukan pada ajaran
Tuhannya.
1. Istilah
manusia dalam al Qur’an
Ada 3 kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjuk kepada
manusia[2] :
a. Menggunakan
kata yang terdiri dari huruf Alif, Nun, dan Sin,
semacamInsan, Ins, Nas dan Unas.
b. Menggunakan
kata Basyar
c. Menggunakan
kata Bani Adam, dan Zuriyat Adam.
2. Tafsir
Manusia menurut Tafsir Indonesia
Kata
insan dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan
kata insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan
manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku
jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi,
karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu,
persepsi, akal, dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu
menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu,
manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal
potensi-potensi tadi (Aflatun Mukhtar, 2001:107)[3].
Kemudian kata insan
terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan
tampak.
Dalam al Qur’an kata
insan seringkali dihadapkan dengan kata jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang
tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata dan tampak.
Dengan demikian, kata
insan, digunakan al Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain dalam hal
fisik, mental dan kecerdasan.
Perhatikan surat At Tin ayat 4 :
Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Kata nas merupakan
bentuk jamak dari kata insan yang tentau saja memiliki makna yang
sama. Al-Quran menyebutkan kata nas sebanyak 240 kali.
Penyebutan manusia dengan nas lebih
menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan
manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan
berhubungan antar sesamanya (ta’aruf ) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling
membantu dalam melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati
agar selalu dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]: 3),
dan menanamkan kesadaran bahwa kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila
mereka mampu membina hubungan antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).
Kata insan dan nas inilah
yang paling banyak digunakan oleh al-Quran dalam menyebut manusia (Quraish
Shihab, 1996: 280). Di antara ayat al-Quran yang menyebut manusia dengan kata
insan adalah QS. al-‘Alaq (96): 2 dan 5
“Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah ... Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. al-‘Alaq [96]: 2 dan 5).
Sedang penyebutan kata nas dalam al-Quran
misalnya QS. al-Hujurat (49): 13
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa danbersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah ora ng yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
al-Hujurat [49]: 13).
Kata basyar secara
etimologis berasal dari kata ( ba’, syin, dan ra’) yang
berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan,
menguliti/mengupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus suatu. Kata basyar juga
diambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari akar kata yang sama lahir pula kata basyarah yang
berarti kulit[4].
Menurut al-Raghib
al-Ashfahani, manusia disebut basyar karena manusia memiliki kulit
yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang
ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran digunakan dalam maknayang
khusus untuk menggambarkan sosok tubuh lahiriah manusia (Aflatun Mukhtar, 2001:
104-105)[5]. Sedang menurut Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya
kata بشر diartikan
sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال yang
berarti tampaknya sesuatu dengan baik dan indah[6].
Kata basyar digunakan
al-Quran untuk menyebut manusia dari sudut lahiriah serta persamaannya dengan
manusia seluruhnya. Katabasyar juga selalu dihubungkan dengan
sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah, yang selanjutnya dari
sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS. al-Mu’minun [23]: 12-14),
manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minun [23]: 33; QS. al-Furqan [25]: 20), dan
seterusnya. Karena itulah Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk menyampaikan
bahwa beliau sama seperti manusia lainnya. Yang membedakannya
hanyalah beliau diberi wahyu (QS. al-Kahfi [18): 110).
Kata basyar ini disebutkan al-Quran sebanyak 36 kali
(Quraish Shihab, 1996:279). Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Kahfi:
“Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". (QS.
al-Kahfi [18]: 110).
Dari sisi lain, banyak
ayat-ayat al Qur’an yang menggunakan katabasyar yang mengisyaratkan
bahwa proses kejadian manusia sebagaibasyar, melalui tahap-tahap
sehingga mencapai tingkat kedewasaan.
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian
tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.(Ar Rum:20)
Bertebaran disini bisa
diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rizqi.
Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki
kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu Maryam merasa heran karena bisa
memperoleh anak padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia
dewasa yang mampu berhubungan seks) (QS Ali Imran :47). Kata Basyiruhunna yang
digunakan oleh al Qur’an sebanyak dua kali (Al Baqarah:187) juga diartikan
hubungan seks.
Demikian
terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan
manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula,
tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar(Perhatikan Surat Al
Hijr :28 menggunakan kata basyar dan Al Baqarah :30
menggunakan kata khalifah) yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada
malaikat tentang manusia.
Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan
seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk,
Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Adapun kata banu atau bani
Adam atau dzurriyatu Adammaksudnya adalah anak cucu
atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena
dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai bapak manusia atau manusia pertama
yang diciptakan Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk
lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34).
Kata bani adam dalam
al Qur’an hanya diulang 7 kali, salah satunya dalam surat al A’raf : 27 dan
Yasin: 60 dimana menunjukkan bahwa manusia itu perlu diingatkan dari musuh yang
terkadang tidak terlihat dan tidak disadari (Syetan). Peringatan ini berkaitan
dengan kejadian adam sebagai manusia pertama.
Eksistensi manusia
ternyata tidak luput dari historisitas keberadaan adam di bumi, sehingga
penggunaan kata bani adam untuk manusia menunjukkan keterkaitan antara manusia
dengan adam.
Secara umum kedua
istilah ini menunjukkan arti keturunan yang berasal dari Adam, atau dengan kata
lain bahwa secara historis asal usul manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam
(Aflatun Mukhtar, 2001: 109). Namun dzurriyat adam, hanya ada dalam
surat Maryam : 58 dimana dalam ayat ini menunjukkan penggunaan kata dzurriyat
adam untuk manusia sudah mulai dikhususkan, yaitu untuk para Nabi. Jadi dzurriyat
adam berarti adalah para Nabi setelah Adam
Dengan demikian,
kata bani Adam dan dzurriyatu Adam digunakan
untuk menyebut manusia dalam konteks historis. Secara historis semua manusia di
dunia ini sama, yakni keturunan Adam yang lahir melalui proses secara biologis
(QS. al-Sajdah [32]: 8). Kata bani Adam disebutkan al-Quran
sebanyak 7 kali, di antaranya dalam surat al-A’raf (7): 26, 27, 31, dan 35.
Dalam QS. al-A’raf (7): 31.
Dengan
demikian, makna manusia dalam al-Qur’an dengan istilah al-basyar , al-insan,
al-nas dan bani adam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan
Allah terhadap mahluk manusia, bukan saja sebagai mahluk biologis dan
psikologis melainkan juga sebagai mahluk religious , mahluk social dan makhluk
bermoral serta makhluk cultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan
keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk yang kesemuanya mencerminkan
kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk tuhan yang lainnya.
Keistimewaan
manusia dari makhluk lainnya :
1.
Manusia sebagai
ciptaan yang tertinggi dan terbaik ( at-Tin 4 )
2.
Manusia dimuliakan dan
diistimewakan oleh Allah (al-Isra’ 70 )
3.
Mendapatkan tugas
mengabdi (adz-Dzariyat56) oleh karenanya manusia disebut abdi Allah.
4.
Mempunyai peranan
sebagai khalifah (wakil Allah ) (al-An’am 163 ) dengan berbagai tingkatan
5.
Mempunyai tujuan
hidup, yaitu mendapatkan ridho Allah (al-An’am 163 ) dan bahagia
didunia-akhirat
Sifat-sifat manusia antara lain :
1.
Bersifat tergesa-gesa
( al-Isra’11)
2.
Sering menbantah
(al-kahfi 54 )
3.
Ingkar dan tidak
berterima kasih kepada Tuhan (al-‘Adiyar 6 )
4.
Keluh kesah dan
gelisah serta kikir (al-Ma”arij 19 )
5.
Putus asa bila
kesusahan (al-Ma’arij 20 )
6.
Kadang-kadang ingat
tuhan karena penderitaan (yunus 21)
Macam
macam manusia didalam Al-quran
1.
Mulminun
2.
Orang kafir
3.
Orang yang lalai
4.
Orang yang munafiq
5.
Muhibbuna lidddunya
(orang yang mencintai dunia )
6.
Orang yang tersesat
dari kebenaran
http://eko-aw.blogspot.com/2012/04/penyebutan-manusia-dalam-al-quran.html
Komentar
Posting Komentar